Tasawuf (Tasawwuf) atau
Sufisme (
bahasa Arab:
تصوف
, ) adalah ilmu untuk mengetahui bagaimana cara menyucikan jiwa,
menjernihan akhlaq, membangun dhahir dan batin, untuk memporoleh
kebahagian yang abadi. Tasawuf pada awalnya merupakan gerakan zuhud
(menjauhi hal duniawi) dalam Islam, dan dalam perkembangannya melahirkan
tradisi mistisme Islam.
Tarekat (pelbagai aliran dalam Sufi) sering dihubungkan dengan
Syiah,
Sunni, cabang Islam yang lain, atau kombinasi dari beberapa tradisi
[rujukan?]. Pemikiran Sufi muncul di
Timur Tengah pada
abad ke-8, sekarang tradisi ini sudah tersebar ke seluruh belahan dunia.
Ada beberapa sumber perihal etimologi dari kata "Sufi". Pandangan
yang umum adalah kata itu berasal dari Suf (صوف), bahasa Arab untuk wol,
merujuk kepada jubah sederhana yang dikenakan oleh para asetik Muslim.
Namun tidak semua Sufi mengenakan jubah atau pakaian dari wol. Teori
etimologis yang lain menyatakan bahwa akar kata dari Sufi adalah Safa
(صفا), yang berarti kemurnian. Hal ini menaruh penekanan pada Sufisme
pada kemurnian hati dan jiwa. Teori lain mengatakan bahwa tasawuf
berasal dari kata Yunani theosofie artinya ilmu ketuhanan.
Yang lain menyarankan bahwa etimologi dari Sufi berasal dari "Ashab
al-Suffa" ("Sahabat Beranda") atau "Ahl al-Suffa" ("Orang orang
beranda"), yang mana dalah sekelompok muslim pada waktu
Nabi Muhammad yang menghabiskan waktu mereka di beranda masjid Nabi, mendedikasikan waktunya untuk berdoa.
Banyak pendapat yang pro dan kontra mengenai asal-usul ajaran tasawuf, apakah ia berasal dari luar atau dari dalam
agama Islam sendiri. Berbagai sumber mengatakan bahwa ilmu tasauf sangat lah membingungkan.
Sebagian pendapat mengatakan bahwa paham tasawuf merupakan paham yang sudah berkembang sebelum
Nabi Muhammad menjadi Rasulullah
[1].
Dan orang-orang Islam baru di daerah Irak dan Iran (sekitar abad 8
Masehi) yang sebelumnya merupakan orang-orang yang memeluk agama non
Islam atau menganut paham-paham tertentu. Meski sudah masuk Islam,
hidupnya tetap memelihara kesahajaan dan menjauhkan diri dari kemewahan
dan kesenangan keduniaan. Hal ini didorong oleh kesungguhannya untuk
mengamalkan ajarannya, yaitu dalam hidupannya sangat berendah-rendah
diri dan berhina-hina diri terhadap Tuhan. Mereka selalu mengenakan
pakaian yang pada waktu itu termasuk pakaian yang sangat sederhana,
yaitu pakaian dari kulit domba yang masih berbulu, sampai akhirnya
dikenal sebagai semacam tanda bagi penganut-penganut paham tersebut.
Itulah sebabnya maka pahamnya kemudian disebut paham sufi, sufisme atau
paham tasawuf. Sementara itu, orang yang penganut paham tersebut disebut
orang sufi.
Sebagian pendapat lagi mengatakan bahwa asal-usul ajaran tasawuf
berasal dari zaman Nabi Muhammad SAW. Berasal dari kata "beranda"
(suffa), dan pelakunya disebut dengan ahl al-suffa, seperti telah
disebutkan diatas. Mereka dianggap sebagai penanam benih paham tasawuf
yang berasal dari pengetahuan Nabi Muhammad
[2].
Pendapat lain menyebutkan tasawuf muncul ketika pertikaian antar umat
Islam di zaman
Khalifah Utsman bin Affan dan
Ali bin Abi Thalib, khususnya karena faktor
politik.Pertikaian
antar umat Islam karena karena faktor politik dan perebutan kekuasaan
ini terus berlangsung dimasa khalifah-khalifah sesudah Utsman dan Ali.
Munculah masyarakat yang bereaksi terhadap hal ini. Mereka menganggap
bahwa politik dan kekuasaan merupakan wilayah yang kotor dan busuk.
Mereka melakukan gerakan
‘uzlah , yaitu menarik diri dari
hingar-bingar masalah duniawi yang seringkali menipu dan menjerumuskan.
Lalu munculah gerakan tasawuf yang di pelopori oleh
Hasan Al-Bashiri pada abad kedua
Hijriyah. Kemudian diikuti oleh figur-figaur lain seperti
Shafyan al-Tsauri dan
Rabi’ah al-‘Adawiyah.
[3]
Beberapa definisi sufisme:
- Yaitu paham mistik
dalam agama Islam sebagaimana Taoisme di Tiongkok dan ajaran Yoga di
India (Mr. G.B.J Hiltermann & Prof.Dr.P.Van De Woestijne).
- Yaitu aliran kerohanian mistik (mystiek geestroming) dalam agama Islam (Dr. C.B. Van Haeringen).
Pendapat yang mengatakan bahwa sufisme/tasawuf berasal dari dalam agama Islam:
- Asal-usul ajaran sufi didasari pada sunnah Nabi Muhammad. Keharusan
untuk bersungguh-sungguh terhadap Allah merupakan aturan di antara para
muslim awal, yang bagi mereka adalah sebuah keadaan yang tak bernama,
kemudian menjadi disiplin tersendiri ketika mayoritas masyarakat mulai
menyimpang dan berubah dari keadaan ini. (Nuh Ha Mim Keller, 1995) [4]
- Seorang penulis dari mazhab Maliki, Abd al-Wahhab al-Sha'rani
mendefinisikan Sufisme sebagai berikut: "Jalan para sufi dibangun dari
Qur'an dan Sunnah, dan didasarkan pada cara hidup berdasarkan moral para
nabi dan yang tersucikan. Tidak bisa disalahkan, kecuali apabila
melanggar pernyataan eksplisit dari Qur'an, sunnah, atau ijma." [11.
Sha'rani, al-Tabaqat al-Kubra (Kairo, 1374), I, 4.] [5].
Pendapat yang mengatakan bahwa tasawuf berasal dari luar agama Islam:
- Sufisme berasal dari bahasa Arab suf, yaitu pakaian yang
terbuat dari wol pada kaum asketen (yaitu orang yang hidupnya menjauhkan
diri dari kemewahan dan kesenangan). Dunia Kristen, neo platonisme,
pengaruh Persi dan India ikut menentukan paham tasawuf sebagai arah
asketis-mistis dalam ajaran Islam (Mr. G.B.J Hiltermann &
Prof.Dr.P.Van De Woestijne).
- (Sufisme)yaitu ajaran mistik (mystieke leer) yang dianut
sekelompok kepercayaan di Timur terutama Persi dan India yang
mengajarkan bahwa semua yang muncul di dunia ini sebagai sesuatu yang
khayali (als idealish verschijnt), manusia sebagai pancaran (uitvloeisel) dari Tuhan selalu berusaha untuk kembali bersatu dengan DIA (J. Kramers Jz).
- Al Quran pada permulaan Islam diajarkan cukup menuntun kehidupan
batin umat Muslimin yang saat itu terbatas jumlahnya. Lambat laun dengan
bertambah luasnya daerah dan pemeluknya, Islam kemudian menampung
perasaan-perasaan dari luar, dari pemeluk-pemeluk yang sebelum masuk
Islam sudah menganut agama-agama yang kuat ajaran kebatinannya dan telah
mengikuti ajaran mistik, keyakinan mencari-cari hubungan perseorangan
dengan ketuhanan dalam berbagai bentuk dan corak yang ditentukan agama
masing-masing. Perasaan mistik yang ada pada kaum Muslim abad 2 Hijriyah
(yang sebagian diantaranya sebelumnya menganut agama Non Islam, semisal
orang India yang sebelumnya beragama Hindu, orang-orang Persi yang sebelumnya beragama Zoroaster
atau orang Siria yang sebelumnya beragama Masehi) tidak ketahuan masuk
dalam kehidupan kaum Muslim karena pada mereka masih terdapat kehidupan
batin yang ingin mencari kedekatan diri pribadi dengan Tuhan. Keyakinan
dan gerak-gerik (akibat paham mistik) ini makin hari makin luas mendapat
sambutan dari kaum Muslim, meski mendapat tantangan dari ahli-ahli dan
guru agamanya. Maka dengan jalan demikian berbagai aliran mistik ini
yang pada permulaannya ada yang berasal dari aliran mistik Masehi,
Platonisme, Persi dan India perlahan-lahan memengaruhi aliran-aliran di
dalam Islam (Prof.Dr.H.Abubakar Aceh).
- Paham tasawuf terbentuk dari dua unsur, yaitu (1) Perasaan kebatinan
yang ada pada sementara orang Islam sejak awal perkembangan Agama
Islam,(2) Adat atau kebiasaan orang Islam baru yang bersumber dari
agama-agama non Islam dan berbagai paham mistik. Oleh karenanya, paham
tasawuf itu bukan ajaran Islam walaupun tidak sedikit mengandung
unsur-unsur ajaran Islam. Dengan kata lain, dalam agama Islam tidak ada
paham Tasawuf walaupun tidak sedikit jumlah orang Islam yang menganutnya
(MH. Amien Jaiz, 1980)[6].
- Tasawuf dan sufi berasal dari kota Bashrah di negeri Irak. Dan
karena suka mengenakan pakaian yang terbuat dari bulu domba (Shuuf),
maka mereka disebut dengan "Sufi". Soal hakikat Tasawuf, hal itu
bukanlah ajaran Rasulullah SAW dan bukan pula ilmu warisan dari Ali bin Abi Thalib Radiyallahu ‘anhu.
Menurut Asy Syaikh Ihsan Ilahi Zhahir rahimahullah berkata: “Tatkala
kita telusuri ajaran Sufi periode pertama dan terakhir, dan juga
perkataan-perkataan mereka baik yang keluar dari lisan atau pun yang
terdapat di dalam buku-buku terdahulu dan terkini mereka, maka sangat
berbeda dengan ajaran Al Qur’an dan As Sunnah. Dan kita tidak pernah
melihat asal usul ajaran Sufi ini di dalam sejarah pemimpin umat manusia
Muhammad SAW, dan juga dalam sejarah para shahabatnya yang mulia, serta
makhluk-makhluk pilihan Allah Ta’ala di alam semesta ini. Bahkan
sebaliknya, kita melihat bahwa ajaran Sufi ini diambil dan diwarisi dari
kerahiban Nashrani, Brahma Hindu, ibadah Yahudi dan zuhud Buddha" - At Tashawwuf Al Mansya’ Wal Mashadir, hal. 28.(Ruwaifi’ bin Sulaimi, Lc) [7].
Paham-paham (ajaran) dalam Tasawuf
Kedudukan syariat dalam empat tingkatan spiritual
Empat tingkatan kedalaman beragama
Syari'at dalam perspektif faham
tasawuf ada yang menggambarkannya dalam bagan
Empat Tingkatan Spiritual Umum dalam Islam,
syariat, tariqah atau
tarekat,
hakikat. Tingkatan keempat,
ma'rifat, yang 'tak terlihat', sebenarnya adalah
inti dari wilayah hakikat, sebagai esensi dari kempat tingkatan spiritual tersebut.
Sebuah tingkatan menjadi fondasi bagi tingkatan selanjutnya, maka
mustahil mencapai tingkatan berikutnya dengan meninggalkan tingkatan
sebelumnya. Sebagai contoh, jika seseorang telah mulai masuk ke
tingkatan (kedalaman beragama)
tarekat, hal ini tidak berarti bahwa ia bisa meninggalkan syari'at. Yang mulai memahami
hakikat, maka ia tetap melaksanakan hukum-hukum maupun ketentuan
syariat dan
tarekat.
Sahadat Cerbon[3] Dalam Pandangan Tasawuf
Kita semua tahu bahwa
ihsan merupakan salah satu
komponen agama.
Ihsan dalam implementasi kehidupan, merupakan pekerjaan para ulama
Ahli Tasawwuf untuk menjelaskan dan mengekspresikannya.
Amal dalam konteks mereka menjadi ‘percuma’ tanpa
ihasan. Sementara
ihsan dalam “batasan” hadis yang langsung diajarkan oleh
Jibril kepada
Rosulullah SAW] di hadapan para
sahabat adalah menjalankan
ibadah yang selalu berfokus kepada
Allah SWT,
"anta’budallaha ka annaka tarohu" . Dalam
al Qur’an, ada satu ayat yang menerangkan tentang tujuan penciptaan jin dan manusia. Secara jelas
Allah SWT menuturkan bahwa mereka (jin dan manusia) tidak diciptakan kecuali untuk ber
ibadah kepadaNya,
"wamaa kholaqtul jinna wal insa illa liya’buduniy" . Bagi orang-orang
sufi, tak ada satu kegiatan pun di dunia yang tak bernilai
ibadah. Dalam kaitan dengan ini, maka muncul istilah
ibadah mahdloh dan
ghoiru mahdloh. Jika kita sepakat, bahwa seluruh kegiatan yang kita jalani ini adalah
ibadah, maka
ihsan dalam setiap gerakan kita harus selalu kita tampilkan dan suasanakan. Kemudian,
ihsan yang model mana yang hendak kita pahami dan lakukan. Bila
ihsan merupakan renungan yang selalu kepada
Allah SWT dalam setiap ibadah yang dilakukan, maka ada istilah dalam
ilmu sufi yang muncul untuk memahami kondisi tersebut. Dalam hal ini, Para
Ulama Sufi telah berusaha memberi pelajaran, penjabaran, batasan, dan pendidikan kepada umat tentang kondisi ber
ihsan dengan
kaidah musyahadah yang mashur.
Musyahadah, secara bahasa, bermakna hal menyaksiakan
Allah SWT. Dan secara
kaidah sufi berarti; 1.
Musyahadah bil
Haq. Tingkatan Pertama ini kondisi dan batasannya adalah “melihat sesuatu dengan petunjuk tauhid”, 2.
Musyahadah lil
Haq. Tingkatan Kedua ini kondisi dan batasannya adalah “melihat al Haq (
Allah SWT) dalam sesuatu”, dan 3.
Musyahadah al Haq. Tingkatan Terakhir ini adalah
“hakikat yakin yang tak ada keraguan didalamnya” . Kami menduga, bahwa
Sahadat Cerbon[4] berangkat dari pemahaman semacam ini, kemudian mereka, para pendahulu
Cirebon, berfikir dan membuat suatu “bacaan” yang menggiring kita kepada kondisi
musyahadah yang dikehendaki. Banyak
cara dan
tekhnik dilakukan oleh para
Sufi terdahulu untuk menerjunkan pemikiran dan perasaan dalam kondisi
ihsan,
musyahadah yang bernilai
makrifat.
[5]
Paham Kesatuan Wujud
Paham kesatuan wujud adalah paham yang dibawa oleh Ibn Arabi pada abad 3 Hijriah. Diantara tokoh-tokohnya adalah Ibn Arai, Al-Hallaj, Jalaludin Rumi. Paham kesatuan wujud adalah paham yang ditolak oleh Al-Ghazali dan Ibn Taimiyah.
Ketika tidak ada gerak bagimu untuk dirimu sendiri maka sempurna
yakinmu, dan ketika tidak ada
wujudmu bagimu maka
sempurna tauhidmu.
[6] Maknanya: ketika kamu
fana dari
wujudmu karena tidak adanya pandanganmu terhadap
wujudmu sama sekali, dengan cara kamu tidak melihat
wujud bagi dirimu beserta
wujud Gusti-mu Yang Maha Agung dan Mulia, maka sempuna
tauhidmu. Hal itu, karena kamu telah menyatakan Gusti-mu dan kamu mempertimbangkan pandanganmu didalamnya. Maka kamu melihat
wujudmu, yaitu semua
amalmu dari Allah swt sebagi
ciptaan, maka ketika ini, kamu tidak melihat
wujud kecuali
Allah swt Yang Maha Agung dan Mulia. Maka ketika itu telah sempurna
tauhidmu. Karena hamba selagi melihat
wujud dan amalnya sendiri, maka tidak sempurna tauhidnya menurut para muwahhidiin muhaqqiqiin
para petauhid sempurna.
Karena dia masih melihat dirinya dapat beramal yang amal itu keluar
dari dirinya. Berbeda dengan muwahhidiin muhaqqiqiin (para petauhid
sempurna), dia (mereka) telah hilang dari wujud dirinya yang majazi dan
rusak dengan sebab wujud
Allah swt yang Maha Ada yang kekal dan hakiki. Hal itu ketika
Allah swt telah memberikan kenyataan padanya tentang
hakikat-
hakikat, lalu dia melihat dengan
cahaya Tuhan-nya yang telah dititipkan pada
relung hatinya, bahwa sesungguhnya
Allah swt telah mewujudkan dirinya dengan anugerah-NYA dan menolongnya dengan kasih-NYA, kemudian dia tidak melihat dalam
wujud selain
Allah swt dan tidak melihat kasih selain
Allah swt Yang Maha Agung dan Mulia, maka sempurnalah
tauhidnya.
[7
Menurut
al-Banjari, kaum
wujudiyyah (orang-orang yang memahami tentang wahdatul wujud) itu ada dua golongan:
wujudiyyah mulhid dan
wujudiyyah muwahhid.
wujudiyyah mulhid termasuk golongan yang sesat lagi
zindiq.
Wujudiyyah muwahhid, menurut dia, “yaitu segala ahli sufi yang sebenarnya”, mereka dinamakan kaum
wujudiyyah ”karena bicaranya dan perkataannya dan itikadnya itu pada wujud
Allah”. Ia tidak menjelaskan isi ajaran mereka, tetapi sebagai lawan dari
wujudiyyah mulhid tadi,
wujudiyyah muwahhid tentu tidak menganggap bahwa
Allah tidak “tiada maujud melainkan di dalam kandungan wujud segala makhluk”, atau “bahwa
Allah itu ketahuan zat (esensi)-Nya nyata kaifiat-Nya dari pada pihak ada. Ia waujud pada kharij dan pada
zaman dan
makan”, dan tidak pula membenarkan pernyataan-pernyataan seumpama “tiada wujudku, hanya wujud
Allah”, dan sebagainya, yang mencerminkan pandagan
wujudiyyah mulhid itu. Keterangan
al-Banjari mengenai ajaran kaum
wujudiyyah mulhid itu kelihatan sangat mirip dengan keterangan
ar-Raniri, yang dalam abad sebelumnya menyanggah penganut-penganut di
Aceh.
Berdasarkan penjelasan ini, pada dasarnya sama dengan ajaran
wahdah al-wujud Ibnu Arabi. Ajaran ini juga memandang alam semesta ini sebagai penampakan lahir
Allah dalam arti bahwa
wujud yang hakiki hanya
Allah saja -alam semesta ini hanya bayangan- bayang-Nya. Dari satu segi, ajaran ini kelihatan sama dengan ajaran
tauhid tngkat tertinggi. Kedua ajaran itu memandang bahwa
wujud yang hakiki hanya satu-
Allah, tetapi dari lain segi
wujudiyyah muwahhid dan
wihdah al-wujud ini tidak sama dengan pandangan “bahwa yang ada hanya
Allah” dalam ajaran yang terakhir ini hanya tercapai dalam keadaan yang disebut
fana, yakni terhapunya kesadaran akan wujud yang lain, sedang dalam ajaran
wihdah al-wujud, pandangan tersebut kelihatan sebagai hasil penafsiran atas
fenomena alam yang serba majemuk ini.
Di samping itu, pandangan
tauhid tingkat tertinggi itu, nampaknya didasarkan atas asumsi bahwa esensi
Allah yang mutlak itu dapat dikenali secara langsung, tanpa melalui penampakan lahir-Nya, asumsi ini dibantah oleh
Ibnu Arabi, karena menurut dia
Allah hanya bisa dikenal melalui nama-nama dan sifat-sifat-Nya. (
Naskah Klasik [
[9]] Keagamaan Nusantara I Cerminan
Budaya Bangsa,
Departemen Agama RI,
Badan Litbang Agama dan Diklat Keagamaan,
Puslitbang Lektur Keagamaan,
Kekuatan Tasawuf
Tasawuf merupakan suatu kekuatan. Hal itu karena jiwa kaum
sufi tiada harganya di jalan
Allah.
Mereka merelakan jiwa mereka untuk menegakan kalimat Tuhan. Mereka
membebani diri dengan kepayahan untuk menyebarkan agama (khususnya)
Islam di wilayah-wilayah
Afrika dan negeri-negeri yang belum di taklukan oleh pasukan Islam. Pengaruh mereka cukup besar dalam menyebarkan Islam di negeri
Melayu (
Indonesia,
Malaysia,
Thailand,
Filipina). Juga negeri-negeri lainnya di dunia.
[10]
Tasawuf Dan Ilmu Pengetahuan
Ilmu pengetahuan yang di zaman
Yunani kuno diberi citra, bahkan diidentikkan dengan
filsafat. Tasawuf sebagai ilmu juga diarahkan untuk kepentingan
agama (
Kristiani), baru memperoleh sifat kemandiriannya semenjak adanya gerakan
Renaissance dan
Aufklarung.
Semenjak itu pula manusia merasa bebas, tidak mempunyai komitmen dengan
apa atau siapapun (agama, tradisi, sistem pemerintahan, otoritas
politik dan lain sebagainya) selain komitmen dengan dirinya sendiri
untuk mempertahankan kebebasannya dalam menentukan cara dan sarana
menuju kehidupan yang hendak dicapai.
[11]
Kesenian dalam Tasawuf
Sufisme telah menyumbang cukup banyak puisi dalam
Bahasa Arab,
Bahasa Turki,
Bahasa Farsi,
Bahasa Kurdi,
Bahasa Urdu,
Bahasa Punjab,
Bahasa Sindhi, yang paling dikenal mencakup karya dari
Jalal al-Din Muhammad Rumi,
Abdul Qader Bedil,
Bulleh Shah,
Amir Khusro,
Shah Abdul Latif Bhittai,
Sachal Sarmast,
Sultan Bahu, tradisi-tradisi dan tarian persembahan seperti
Sama dan musik seperti
Qawalli.
-
-
- Kesenian Sufi Cirebon [[11]]***
Di Cirebon, kesenian yang berhubungan dengan Kesenian Sufi ini adalah
Brai,
Gembyung,
Terbang,
Genjring Santri, dan lainya. Kebanyakan Jenis Kesenian yang beredar di Cirebon terkait dengan perkembangan paham tasawuf tersebut.
Beberapa buku yang telah di tulis oleh para seniman, budayawan, dan
sejarahwan Cirebon menguatkan anggapan ini. Buku-buku yang memuat
tentang kesenian Cirebon yang berakar pada ajaran tasawuf ini
diantaranya adalah Budaya Bahari Sebuah Apresiasi di Cirebon yang di
tulis oleh
Rokhmin Dahuri dkk pada tahun 2004 dan di cetak oleh
PNRI. Selanjutnya buku
Deskripsi Kesenian Cirebon yang di susun oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Kaupaten Cirebon yang salah satu anggota penyusunnya adalah Bapak
Kartani. Dalam banyak kesempatan
Kartani selalu menjelaskan bahwa hal tersebut terjadi karena media kesenian sangat cocok untuk berdakwah pada saat itu
Mertasinga 2004.
Jika seni dan kesenian dijadikan sebagai
media dakwah, maka sangat mungkin dan bisa dipastikan bahwa para pelukanya adalah
penganut paham sufisme/tasawuf yang selalu menitik beratkan pada niat baik dalam segala aktiitas yang dijalnkannya. [
[12
Mistik
Menurut buku De Kleine W.P. Encylopaedie (1950, Mr. G.B.J. Hiltermann dan Prof.Dr.P. Van De Woestijne halaman 971 dibawah kata
mystiek) kata mistik berasal dari bahasa Yunani
myein yang artinya menutup mata (
de ogen sluiten) dan
musterion yang artinya suatu rahasia (
geheimnis).
Beberapa pendapat tentang paham misitk atau mistisisme :
- Kepercayaan tentang adanya kontak antara manusia bumi (aardse mens) dan tuhan (Dr. C.B. Van Haeringen, Nederlands Woordenboek, 1948).
- Kepercayaan tentang persatuan mesra (innige vereneging) ruh manusia (ziel) dengan Tuhan (Dr. C.B. Van Haeringen, Nederlands Woordenboek, 1948).
- Kepercayaan kepada suatu kemungkinan terjadinya persatuan langsung (onmiddelijke vereneging) manusia dengan Dzat Ketuhanan (goddelijke wezen) dan perjuangan bergairah kepada persatuan itu (Algemeene Kunstwoordentolk, J. Kramers. Jz).
- Kepercayaan kepada hal-hal yang rahasia (geheimnissen) dan hal-hal yang tersembunyi (verborgenheden). (J. Kramers. Jz).
- Kecenderungan hati (neiging) kepada kepercayaan yang menakjubkan (wondergeloof) atau kepada ilmu yang rahasia (geheime wetenschap). (Algemeene Kunstwoordentolk, J. Kramers. Jz).
Selain diperolehnya definisi, pendapat-pendapat tentang paham mistik
diatas berdasarkan materi ajarannya juga memberikan adanya pemilahan
antara
paham mistik keagamaan (terkait dengan tuhan dan ketuhanan) dan paham
mistik non-keagamaan (tidak terkait dengan tuhan ataupun ketuhaan).
Ajaran dan sumber mistik
Selain serba mistis, ajarannya juga serba subyektif tidak obeyktif. (menurut kelaziman logika berpikir).Tidak ada
pedoman dasar
yang universal dan yang otentik. Bersumber dari pribadi tokoh utamanya
sehingga paham mistik itu tidak sama satu sama lain meski tentang hal
yang sama. Sehingga pembahasan dan pengalaman ajarannya tidak mungkin
dikendalikan atau dikontrol dalam arti yang semestinya.
Biasanya tokohnya sangat dimuliakan, diagungkan bahkan diberhalakan
(dimitoskan, dikultuskan) oleh penganutnya karena dianggap memiliki
keistimewaan pribadi yang disebut
kharisma. Anggapan adanya keistimewaan ini dapat disebabkan oleh :
- Pernah melakukan kegiatan yang istimewa.
- Pernah mengatasi kesulitan, penderitaan, bencana atau bahaya yang mengancam dirinya apalagi masyarakat umum.
- Masih keturunan atau ada hubungan darah, bekas murid atau kawan dengan atau dari orang yang memiliki kharisma.
- Pernah meramalkan dengan tepat suatu kejadian besar/penting.
Sedangkan bagaimana sang tokoh itu menerima ajaran atau pengertian
tentang paham yang diajarkannya itu biasanya melalui petualangan batin,
pengasingan diri, bertapa, bersemedi, bermeditasi, mengheningkan cipta
dll dalam bentuk
ekstase,
vision, inspirasi dll. Jadi ajarannya diperoleh melalui pengalaman pribadi tokoh itu sendiri dan penerimaannya itu
tidak mungkin dibuktikannya sendiri kepada orang lain.
Dengan demikian penerimaan ajarannya hampir-hampir hanya berdasarkan
kepercayaan belaka, bukan pemikiran. Maka dari itulah di antara kita ada
yang menyebutnya paham, ajaran
kepercayaan atau
aliran kepercayaan (
geloofsleer).
Mengingat pengajarannya tidak mungkin dikendalikan dalam arti
semestinya, maka paham mistik mudah memunculkan cabang baru menjadi
aliran-aliran baru sesuai penafsiran masing-masing tokohnya. Atau juga
sebaliknya mudah timbul penggabungan atau percampuran ajaran paham-paham
yang telah ada sebelumnya.
Karena serba mistik maka paham mistik atau kelompok penganut paham
mistik tidak terlalu sulit digunakan oleh orang-orang yang ada tujuan
tertentu dan yang perlu dirahasiakan karena menyalahi atau bertentangan
dengan opini umum atau hukum yang berlaku sebagai tempat sembunyi.
Materinya serba abstrak artinya tidak konkrit, misal tentang tuhan
(paham mistik ketuhanan), tentang keruhanian atau kejiwaan, alam di
balik alam dunia dll (paham mistik non-keagamaan). Dengan demikian
pembicaraannya serba spekulatif, yaitu serba menduga-duga, mencari-cari,
memungkin-mungkinkan dll (tidak komputatif). Pembicaraannya serba
berpanjang-panjang, serba berlebih-lebihan dalam arti melebihi kewajaran
atau melebihi pengetahuan dan pengertiannya sendiri (meski sudah
mengakui tidak tahu, masih mencoba memungkin-mungkinkan). Oleh karena
itu di kalangan penganut paham mistik tidak dikenal pembahasan disiplin
mengenai ajarannya sebagaimana yang berlaku dalam diskusi atau
munaqasyah.
Sebab musabab orang menganut paham mistik
- Kurang puas yang berlebihan, bagi orang-orang yang hidup
beragama secara bersungguh-sungguh merasa kurang puas dengan hidup
menghamba kepada tuhan menurut ajaran agamanya yang ada saja.
- Rasa kecewa yang berlebihan, Orang yang hidupnya kurang
bersungguh-sungguh dalam beragama atau orang yang tidak beragama merasa
kecewa sekali melihat hasil usaha umat manusia di bidang science dan
teknologi yang semula diandalkan dan diagungkan ternyata tidak dapat
mendatangkan ketertiban, ketentraman dan kebahagiaan hidup. Malah
mendatangkan hal-hal yang sebaliknya. Mereka 'lari' dari kehidupan
modern menuju ke kehidupan yang serba subyektif, abstrak dan spekulatif
sesuai dengan kedudukan sosialnya.
- Mencari hakekat yang sebenarnya, orang yang ingin mencari
hakekat hidup sebenarnya juga ada yang terjebak bahwa kebenaran hanya
akan didapat dari pengalaman mistiknya.
Di antara mereka masih ada yang
berusaha merasionalkan ajaran paham mistik yang dianutnya, dan ada pula yang tegas-tegas lepas sama sekali dari tuntutan kemajuan zaman ini
(sumber: http://id.wikipedia.org/wiki/Sufisme)
Suluk dalam Islam dan ajaran Tasauf
Suluk dalam bahasa Indonesia berarti jalan menuju kesempurnaan.batin, tarekat, tasauf. Dalam bahasa Jawa suluk berarti tembang (nyanyian) ketika dalang akan memulai pertunjukkan wayang.
Secara harafiah Suluk berarti menempuh jalan. Dalam agama
Islam dan
sufisme, kata
suluk berarti
menempuh jalan (spiritual) untuk menuju Allah. Menempuh jalan suluk (bersuluk) mencakup sebuah disiplin seumur hidup dalam melaksanakan aturan-aturan eksoteris agama Islam (
syariat) sekaligus aturan-aturan esoteris agama Islam (hakikat). Ber-
suluk
juga mencakup hasrat untuk Mengenal Diri, Memahami Esensi Kehidupan,
Pencarian Tuhan, dan Pencarian Kebenaran Sejati (ilahiyyah), melalui
penempaan diri seumur hidup dengan melakukan
syariat lahiriah sekaligus
syariat batiniah demi mencapai kesucian hati untuk mengenal diri dan Tuhan.
Kata
suluk berasal dari terminologi Al-Qur'an,
Fasluki, dalam Surat An-Nahl [16] ayat 69,
Fasluki subula rabbiki zululan, yang artinya
Dan tempuhlah jalan Rabb-mu yang telah dimudahkan (bagimu). Seseorang yang menempuh jalan suluk disebut
salik. yaitu jalan yang ditempuh untuk membersihkan jiwa atau batin dari lumuran dosa. Untuk menjadi seorang Salik seorang muslim selama seumur hidupnya harus menjalani disiplin dalan
melaksanakan syariat lahiriah sekaligus juga disiplin dalam menjalani
syariat batiniah agama Islam. Seseorang tidak disebut sebagai seorang
salik jika hanya menjalani salah satu disiplin tersebut.
Seorang salik juga disebut sebagai seorang
murid ketika ia menjalani disiplin spiritual tersebut dibawah bimbingan guru sufi tertentu, atau dalam
tarekat tertentu.
Tarekat dalam Tasauf
Kata tarekat berasal dari
bahasa Arab thariqah, jamaknya
tharaiq,
yang berarti: (1) jalan atau petunjuk jalan atau cara, (2) Metode,
system (al-uslub), (3) mazhab, aliran, haluan (al-mazhab), (4) keadaan
(al-halah), (5) tiang tempat berteduh, tongkat, payung (‘amud
al-mizalah).
Menurut Al-Jurjani ‘Ali bin Muhammad bin ‘Ali (740-816 M), tarekat ialah
metode khusus yang dipakai oleh salik (para penempuh jalan) menuju Allah Ta’ala melalui tahapan-tahapan/maqamat.
Dengan demikian tarekat memiliki dua pengertian, pertama ia berarti
metode pemberian bimbingan spiritual kepada individu dalam mengarahkan
kehidupannya menuju kedekatan diri dengan
Tuhan. Kedua, tarekat sebagai persaudaraan kaum
sufi (
sufi brotherhood) yang ditandai dengan adannya lembaga formal seperti zawiyah, ribath, atau khanaqah.
Bila ditinjau dari sisi lain tarekat itu mempunyai tiga sistem,
yaitu: sistem kerahasiaan, sistem kekerabatan (persaudaraan) dan sistem
hirarki seperti khalifah tawajjuh atau khalifah suluk, syekh atau
mursyid, wali atau qutub. Kedudukan guru tarekat diperkokoh dengan
ajaran wasilah dan silsilah. Keyakinan berwasilah dengan guru dipererat
dengan kepercayaan karamah, barakah atau syafa’ah atau limpahan
pertolongan dari guru.
Pengertian diatas menunjukkan Tarekat sebagai
cabang atau
aliran dalam paham
tasawuf.
Pengertian itu dapat ditemukan pada al-Thariqah al-Mu'tabarah
al-Ahadiyyah, Tarekat Qadiriyah, Tarekat Naksibandiyah, Tarekat
Rifa'iah, Tarekat Samaniyah dll. Untuk di Indonesia ada juga yang
menggunakan kata tarekat sebagai sebutan atau nama
paham mistik
yang dianutnya, dan tidak ada hubungannya secara langsung dengan paham
tasawuf yang semula atau dengan tarekat besar dan kenamaan. Misalnya
Tarekat Sulaiman Gayam (Bogor), Tarekat Khalawatiah Yusuf (Suawesi
Selatan) boleh dikatakan hanya meminjam sebutannya saja.
Tokoh Tasawuf Di Indonesia
Adapun tokoh-tokoh
Tasawuf yang
berpengaruh di
Cirebon[2] diantaranya ialah Syekh
Syarif Hidayatullah atau yang lebih
populer dengan sebutan
Sunan Gunungjati,
Syekh Nurjati,
guru dari
Sunan Gunungjati,
Syekh Abdullah Iman atau yang terkenal dengan sebutan
Pangeran Cakrabuana,
Syekh Mulyani atau yang terkenal dengan sebutan
Syekh Royani yang melahirkan para
ulama di
Srengseng, sebuah desa yang terkenal di
Kecamatan Krangkeng, Kabupaten
Indramayu,
Mbah Kriyan,
Syekh Tholhah yang menjadi guru dari
Syeikh 'Abdullah Mubarok bin Nur Muhammad r.a., Syekh
Jauharul Arifin pendiri
Pondok Pesantren Al-Jauhariyah Balerante,
Palimanan,
Kabupaten Cirebon, dan
tokoh-tokoh Cirebon yang lain.
[9]
(sumber referensi: wikipedia)