"Saya tak bisa bahasa Arab, saya malu memimpin do'a
selepas sholat jama'ah bersama isteri saya, apalagi didepan
jama'ah yang lain."
Pernahkah pengalaman ini menimpa kita? Insya Allah tidak.
Tapi andaikata pernah, janganlah khawatir. Sungguh Allah itu
mengerti segala macam bahasa. Jangan malu untuk berdo'a
dalam bahasa Indonesia atau bahasa daerah. Kalau anda hapal
do'a dalam bahasa arab, saya ucapkan alhamdulillah! Namun
kalau anda lebih "sreg" berdo'a dengan bahasa selain bahasa
Arab, saya pun berucap alhamdulillah! Yang terpenting adalah
kita masih mau berdo'a. Kalimat terakhir ini mengundang
pertanyaan, "Mengapa sih kita harus berdo'a?"
Allah adalah Tuhan kita satu-satunya. Allah pun dalam
Al-Qur'an mengatakan bahwa "Allah adalah Tuhan yang
bergantung kepada-Nya segala sesuatu" (QS 112:2). Dalam
surat al-Fatihah kita pun berseru, "Iyyaka Na'budu wa Iyyaka
Nasta'in" (Hanya kepada-Mu lah kami menyembah dan hanya
kepada-Mulah kami mohon pertolongan). Karena itu, kalau ada
orang yang mengaku bahwa Allah itu Tuhannya lalu ia tak mau
berdo'a maka pantas kalau kita sebut orang tersebut orang
sombong. Bukankah Allah telah berfirman, "Berdo'alah
kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu" (QS
40:60).
Betulkah setiap do'a akan dikabulkan oleh Allah? Boleh
jadi ada diantara kita yang telah berdo'a sesuatu namun tak
kita rasakan hasil dari do'a tersebut. Pertama, harus
disadari bahwa kita ini "hamba" sehingga tak berhak memaksa
Allah. Kita yang membutuhkan Allah; bukan sebaliknya.
Kedua, Allah lebih tahu apa yang terbaik buat kita. Boleh
jadi, sebuah do'a yang kita minta bila dikabulkan oleh Allah
justru ujung-ujungnya dapat menimbulkan kesulitan dalam
hidup kita atau mungkin Allah punya ketentuan lain yang tak
kita ketahui. Sebagai contoh, Nabi Nuh berdo'a agar anaknya
diselamatkan dari banjir dahsyat, Tuhan tidak mengabulkannya
dan bahkan menegur Nabi Nuh sehingga Nabi Nuh pun berdo'a:
"Ya Tuhanku, sesungguhnya aku berlindung kepada Engkau dari
memohon sesuatu yang aku tidak mengetahui (hakekatnya) dan
sekiranya Engkau tidak memberi ampun kepadaku, dan (tidak)
menaruh belas kasihan kepadaku, niscaya aku akan termasuk
orang-orang yang rugi." (QS 11: 47) Allah Maha Tahu, maka
do'a kita kadang kala bukan tak dikabulkan tapi ditunda
waktunya, atau malah diganti dengan yang lebih baik. Wa
Allahu A'lam.
Ketiga, sudah seberapa jauh usaha kita untuk "meminta"
dan "memelas" pada Allah. Nabi Zakariya sendiri telah
puluhan tahun berdo'a namun belum dikabulkan Allah. Tapi
berbeda dengan kita yang cenderung tak sabar, Nabi Zakariya
berkata, "Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan
kepalaku telah ditumbuhi uban, dan aku belum pernah kecewa
dalam berdo'a kepada Engkau, ya Tuhanku." (QS 19:4)
Begitulah sikap kita seharusnya: jangan pernah kecewa
dalam berdo'a. Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa "Aku
ini bagaimana persangkaan hambaKu saja..." Maksudnya, kalau
kita dalam berdo'a belum-belum sudah beranggapan bahwa do'a
ini tak akan dikabulkan, yah begitulah jadinya. Insya Allah
kita selalu berbaik sangka dan tak pernah kecewa dalam
berdo'a.
Dalam berdo'a kita diminta untuk berharap-harap cemas (QS
21:90). Artinya, kita berharap do'a kita akan dikabulkan,
namun disisi lain kita juga cemas kalau-kalau do'a ini tidak
dikabulkan. Gabungan perasaan inilah yang menjadi etika
dalam berdo'a. Kita tidak terlalu yakin pasti akan
dikabulkan, namun juga tidak putus asa. Etika lainnya adalah
kita disuruh berdo'a dengan merendahkan diri dan dengan
suara yang lembut (QS 7:55). Kalau kita jalani etika berdo'a
ini insya Allah hati kita akan tergetar dan seringkali tanpa
sadar air mata menggantung di pelopak mata.
Pendek kata, berdo'alah baik dalam keadaan sehat-sakit,
suka-duka, kaya-miskin, berdiri-duduk-berbaring,
pagi-siang-malam...
*** Nadirsyah Hosen ***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar